Kamis, 24 April 2008

MISTERI HALIMUN DI PUNCAK RINJANI

RESENSI NOVEL

JUDUL BUKU :Misteri Halimun Di Puncak Rinjani
PENULIS :Putu Sugih ArtaCETAKAN :Pertama, 2005
JUMLAH HALAMAN :VII + 82 Halaman ; 14,5 cm x 21 cm
ISBN : 979-3940-29-1PENERBIT :CV. Sahabat, Klaten, Jawa Tengah

NOVEL BERLATAR REINKARNASI

Oleh : Putu Arya Tirtawirya

Buku novel berjudul “Misteri Halimun Di PuncakRinjani” ini adalah Pemenang Sayembara Penulisan Naskah Buku Bacaan Fiksi Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2004.Suatu cerita misteri seputar kepercayaan dalam agama Hindu yakni reinkarnasi atau punarbhawa. Seorang lelaki dewasa yang sudah berkeluarga dan punya anak satu, berkat sradha dan bhaktinya yang sudah mencapai tingkatan tertinggi serta memiliki ilmu kebatinan yang sedemikian rupa sehingga pada suatu hari dia—Dharma namanya—berhasil memasuki masa lampau dalam kehidupan pada radius enam keturunan yang silam. Dan badan astralnya terperangkap pada masa kehidupan kakek buyutnya yang bernama Gde dauh. Ternyata dalam proses reinkarnasi dirinyalah yang menjadi seorang Gde Dauh tempohari dalam kurun waktu atau zaman Kerajaan Mentaram di Pulau Lombok. Gde Dauh adalah seorang gemblengan Pendeta dari Biara Shaolin. Dan cerita berkembang : kisah kehidupan Gde Dauh.Putu Sugih Arta menjalin cerita novelnya yang memikat hati ini : Suatu gandengan dunia persilatan yang bersifat ilmu tenaga dalam dan dunia religi Hindu yang penuh misteri baik yang berkenan dengan fenomena di Kerajaan Mentaram maupun peristiwa mistis di wilayah Gunung Rinjani terutama sekitar Danau Segara Anak yang terletak di pinggang gunung keramat tersebut. Dan sesudah menjalani pengalaman seputar misteri halimun di pancake Rinjanilah sang tokoh cerita ( Dharma ) berhasil dengan selamat kembali ke masa kini untuk berjumpa kembali dengan istri dan ankanya. Dalam perjalanan gaibnya ke Gunung Rinjani dia didampingi oleh Brahama Sutra seorang Maharsi dari Himalaya. Beliaulah yang menuntun untuk meninggalkan kehidupan lampau ( selaku Gde Dauh ) dan kembali menjadi seorang bernama Dharma yang punya istri bernama Dewi dan seorang anak yang bernama I wayan Dauh Bale Kapal.Brahmana Sutra banyak memberi petuah kepada Dharma. Misal di halaman 63 :“Benar. Tanpa dikuasai, pikiran akan bergerak kea lam pralaya atau kiamat. Seperti pengalamanmu itu. Masuk ke alam kehidupan yang lalu, adalah mempercepat evolusi menjadi kiamat. Semua suadah sitematis, antara kamu dan alammu, kamu dengan manusia lainnya, kamu dengan Tuhanmu. Kamu terikat dalam Tri Hita Karana, apabila kamu masuk ke raga besarmu terdahulu berarti Tri Hita Karana mengalami pralaya, ia melebur ikut bersamamu…”“Kiamat ? Berarti sia-sia perjalananku ?”“Benar, sebagai hamba Tuhan, manusia tidak mempunyai wewenang mendahului-Nya. Manusia sejati adalah manusia yang memahami dirinya. Bukan memahami hakekat lalin dari dirinya. Hakekat semesta adalah kewenangan Tuhan, bukan kewenangan manusia . Dharma, kamu sudah keliru. Keliru memahami kehidupan universal. Karena memasuki koridor kewenangan-Nya akan berakibat buruk pada semua, tidak terkecuali dirimu…”Sebagai pengarang cerita fiksi, Putu Sugih Arta pada novelnya “Misteri Halimun di Puncak Rinjani” ini menerapkan bahasa yang cukup lincah serta dengan penuh kesadaran menampilkan efek-efek penulisan yang memang dituntut oleh karya tulis yang berpredikat literary story atau quality story. Dalam dunia karang-mengarang kedua daya penulisan tersebut diberi predikat : gaya bahasa dan gaya bercerita (style). Gaya bercerita Putu Sugih Arta begitu memikat, misal pada narasi da dialog sepanjang adegan pertarungan para pendekar yang sama-sama mempraktikkan ilmu tenaga dalam masing-masing. Pendekar Gde Dauh melawan pendekar Cina bernama Cao yang jadi pemimpin Perguruan Kungfu Beruang Es Selatan. Cao bersama anakbuahnya diberi kepercayaan oleh para saudagar Cina untuk menghantarkan sampai di tempat tujuan barang-barang dagangan mereka. Pun pertarungan antara murid Cao yang bernama Seng Lee melawan Ktut Bata, adik Gde Dauh, yang berstatus bayangkara istana di Kerajaan Mentaram. Beberapa komponen lain yang mendukung novel ini, seperti latar sejarah Kerajaan Mentaram dan setting tempat terjadinya aneka peristiwa dilukiskan oleh pengarang secara serius sehingga adegan-adegan cerita tidak tergantung di awang-awang tetapi begitu filemis, kita selaku pembaca dapat diyakinkan keberadaan lokasinya. Hal ini tentunya berkat sikap mengarang yang kaya intensitas, sebagaimana diutarakan oleh pengarang dalam kata pengantarnya. “Latar, alur, perwatakan dan isi cerita merupakan hasil olah pikir penulis, apabila ada nama orang atau tempat yang muncul dalam cerita hanyalah suatu kebetulan belaka. Adapun pemunculan nama tempat yang penulis sajikan dengan maksud agar pembaca lebih mengenal tempat tersebut.”Dan dengan hadirnya buku novel “Misteri Halimun di Puncak Rinjani” ini kiranya tidak sia-sialah harapan dari Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, yang tertuang dalam sambutan Kepala Pusat perbukuan (Dr.Sugijanto) di halaman iv, antara lain :“Buku bacaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha mengembangkan kebiasaan dan kegemaran membaca,memperluas wawasan, meningkatkan motivasi belajar,mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Dengan terbitnya buku ini diharapkan dapat memenuhi peranannya yang sangat penting tersebut.”***

Tidak ada komentar: