Jumat, 25 April 2008

Komentar Cerpenis & Sastrawan Nasional Putu Arya Tirtawirya

Tentang Buku 11 Kumpulan Cerita Pendek Putu Sugih Arta

"Sebagaimana diungkapkan oleh novelis/cerpenis Ernest Miller Hemingway dalam sejumlah tulisan-tulisan berupa nasehat-nasehat kepada para pengarang dunia, factor penerapan aneka efek penulisanlah yang membedakan karya sastra dengan non sastra. Pada fiksi sastra pengarang menyadari adanya tuntutan tersebut dan atas dasar itu dirinya berupaya secara maksimal menerapkan efek-efek penulisan yang menopang gaya atau style seorang pengarang."

"Dan Putu Sugih Arta dalam buku kumpulan cerpen ini, tampak memahami apa yang dimaksudkan Hemingway sehingga cerpen-cerpen gubahannya cukup punya daya pikat berkat perpaduan materi cerita dan cara penyajiannya yang berkadar sastra."








11 Kumpulan Cerita Pendek Putu Sugih Arta

Apresiasi Budaya Sindu Putra di Bali Post,

Minggu 10 Oktober 2004



              Cerpen-cerpen Sugih Arta yang terhimpun ini memaparkan cerita dengan kisah dan tema yang sederhana. Pemaparannya yang cenderung linear, tidak menjelimet yang menyeret pembacanya dalam labirin imajinasi. Semua cerita mengalir dengan lancar. Dari pembukaan, isi,sampai dengan klimaks dan kemudian ditutup dengan kuncian yang tidak menyentak.

               Baca misalnya, cerpen “Nelayan Tua”.Dilukiskan dialog sang tokoh, Aku dengan seorang nelayan tua. Sang Aku tengah bernostalgia dipantai yang menyimpan kisah cintanya yang tragis. Kekasihnya meninggal di laut, sementara ia selamat berkat pertolongan nelayan tua. Dalam dialog disinggung banyak persoalan, baik keadaan pantai akibat pembangunan, juga nasib nelayan dan keluarganya.Diakhir cerita, happy ending, sang aku mengajak cucu nelayan tua yang sarjana perikanan untuk bekerja dalam perusahaan yang dipimpinnya.

              Kisah cinta nostalgia juga ditulis Sugih Arta dalam cerpen yang lain seperti “Patung Buaya”.Dalam “Perhitungan Terakhir” diceritakan seputar masa penjajahan. Lain dengan “Hari Ke Tujuh Belas” yang berkisah tentang cinta yang dinodai dengan perselingkuhan. Sedang tiga cerpen yang lain bercerita tentang sesuatu yang absurd cerita tentang benda yang yang diyakini memiliki kekuatan gaib atau menyembuhkan. Dalam “Topeng Teleq”, kisahnya dibumbui dengan cerita ketamakan seseorang dengan harta benda. Tergiur uang, sang tokoh yang dipercaya menjadi pepimpin dalam suatu komunitas,rela menjual benda yang dikeramatkan oleh warganya.

             Sementara cerpen “Lentera Wayang” dan “Burung” menuturkan tentang penyembuhan yang didapat dari hal yang tidak terpikirkan oleh ilmu kedokteran modern. Kisah yang mungkin saja terjadi, dan hanya dapat dipercayai oleh yang mengalami. Dan cerpen”Leak” memaparkan prasangka yang keliru, karena terbatasnya pengetahuan dan informasi, yang akhirnya memakan korban yang tidak bersalah…

                                                                              ****

Kamis, 24 April 2008

MISTERI HALIMUN DI PUNCAK RINJANI

RESENSI NOVEL

JUDUL BUKU :Misteri Halimun Di Puncak Rinjani
PENULIS :Putu Sugih ArtaCETAKAN :Pertama, 2005
JUMLAH HALAMAN :VII + 82 Halaman ; 14,5 cm x 21 cm
ISBN : 979-3940-29-1PENERBIT :CV. Sahabat, Klaten, Jawa Tengah

NOVEL BERLATAR REINKARNASI

Oleh : Putu Arya Tirtawirya

Buku novel berjudul “Misteri Halimun Di PuncakRinjani” ini adalah Pemenang Sayembara Penulisan Naskah Buku Bacaan Fiksi Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2004.Suatu cerita misteri seputar kepercayaan dalam agama Hindu yakni reinkarnasi atau punarbhawa. Seorang lelaki dewasa yang sudah berkeluarga dan punya anak satu, berkat sradha dan bhaktinya yang sudah mencapai tingkatan tertinggi serta memiliki ilmu kebatinan yang sedemikian rupa sehingga pada suatu hari dia—Dharma namanya—berhasil memasuki masa lampau dalam kehidupan pada radius enam keturunan yang silam. Dan badan astralnya terperangkap pada masa kehidupan kakek buyutnya yang bernama Gde dauh. Ternyata dalam proses reinkarnasi dirinyalah yang menjadi seorang Gde Dauh tempohari dalam kurun waktu atau zaman Kerajaan Mentaram di Pulau Lombok. Gde Dauh adalah seorang gemblengan Pendeta dari Biara Shaolin. Dan cerita berkembang : kisah kehidupan Gde Dauh.Putu Sugih Arta menjalin cerita novelnya yang memikat hati ini : Suatu gandengan dunia persilatan yang bersifat ilmu tenaga dalam dan dunia religi Hindu yang penuh misteri baik yang berkenan dengan fenomena di Kerajaan Mentaram maupun peristiwa mistis di wilayah Gunung Rinjani terutama sekitar Danau Segara Anak yang terletak di pinggang gunung keramat tersebut. Dan sesudah menjalani pengalaman seputar misteri halimun di pancake Rinjanilah sang tokoh cerita ( Dharma ) berhasil dengan selamat kembali ke masa kini untuk berjumpa kembali dengan istri dan ankanya. Dalam perjalanan gaibnya ke Gunung Rinjani dia didampingi oleh Brahama Sutra seorang Maharsi dari Himalaya. Beliaulah yang menuntun untuk meninggalkan kehidupan lampau ( selaku Gde Dauh ) dan kembali menjadi seorang bernama Dharma yang punya istri bernama Dewi dan seorang anak yang bernama I wayan Dauh Bale Kapal.Brahmana Sutra banyak memberi petuah kepada Dharma. Misal di halaman 63 :“Benar. Tanpa dikuasai, pikiran akan bergerak kea lam pralaya atau kiamat. Seperti pengalamanmu itu. Masuk ke alam kehidupan yang lalu, adalah mempercepat evolusi menjadi kiamat. Semua suadah sitematis, antara kamu dan alammu, kamu dengan manusia lainnya, kamu dengan Tuhanmu. Kamu terikat dalam Tri Hita Karana, apabila kamu masuk ke raga besarmu terdahulu berarti Tri Hita Karana mengalami pralaya, ia melebur ikut bersamamu…”“Kiamat ? Berarti sia-sia perjalananku ?”“Benar, sebagai hamba Tuhan, manusia tidak mempunyai wewenang mendahului-Nya. Manusia sejati adalah manusia yang memahami dirinya. Bukan memahami hakekat lalin dari dirinya. Hakekat semesta adalah kewenangan Tuhan, bukan kewenangan manusia . Dharma, kamu sudah keliru. Keliru memahami kehidupan universal. Karena memasuki koridor kewenangan-Nya akan berakibat buruk pada semua, tidak terkecuali dirimu…”Sebagai pengarang cerita fiksi, Putu Sugih Arta pada novelnya “Misteri Halimun di Puncak Rinjani” ini menerapkan bahasa yang cukup lincah serta dengan penuh kesadaran menampilkan efek-efek penulisan yang memang dituntut oleh karya tulis yang berpredikat literary story atau quality story. Dalam dunia karang-mengarang kedua daya penulisan tersebut diberi predikat : gaya bahasa dan gaya bercerita (style). Gaya bercerita Putu Sugih Arta begitu memikat, misal pada narasi da dialog sepanjang adegan pertarungan para pendekar yang sama-sama mempraktikkan ilmu tenaga dalam masing-masing. Pendekar Gde Dauh melawan pendekar Cina bernama Cao yang jadi pemimpin Perguruan Kungfu Beruang Es Selatan. Cao bersama anakbuahnya diberi kepercayaan oleh para saudagar Cina untuk menghantarkan sampai di tempat tujuan barang-barang dagangan mereka. Pun pertarungan antara murid Cao yang bernama Seng Lee melawan Ktut Bata, adik Gde Dauh, yang berstatus bayangkara istana di Kerajaan Mentaram. Beberapa komponen lain yang mendukung novel ini, seperti latar sejarah Kerajaan Mentaram dan setting tempat terjadinya aneka peristiwa dilukiskan oleh pengarang secara serius sehingga adegan-adegan cerita tidak tergantung di awang-awang tetapi begitu filemis, kita selaku pembaca dapat diyakinkan keberadaan lokasinya. Hal ini tentunya berkat sikap mengarang yang kaya intensitas, sebagaimana diutarakan oleh pengarang dalam kata pengantarnya. “Latar, alur, perwatakan dan isi cerita merupakan hasil olah pikir penulis, apabila ada nama orang atau tempat yang muncul dalam cerita hanyalah suatu kebetulan belaka. Adapun pemunculan nama tempat yang penulis sajikan dengan maksud agar pembaca lebih mengenal tempat tersebut.”Dan dengan hadirnya buku novel “Misteri Halimun di Puncak Rinjani” ini kiranya tidak sia-sialah harapan dari Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, yang tertuang dalam sambutan Kepala Pusat perbukuan (Dr.Sugijanto) di halaman iv, antara lain :“Buku bacaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha mengembangkan kebiasaan dan kegemaran membaca,memperluas wawasan, meningkatkan motivasi belajar,mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Dengan terbitnya buku ini diharapkan dapat memenuhi peranannya yang sangat penting tersebut.”***

Rabu, 23 April 2008

Cuplikan Novel Senggigi Moon

Menjelang tidur, kubuka surat Julia. Tiba-tiba saja kerinduanku empat tahun lalu terobati, hanya dengan menatap goresan tulisannya yang tertera di amplop surat. Dengan sangat hati-hati kulepas perekat di mulut amplop. Bau wangi cendana memancar keluar.“Dear, Putu. Empat tahun aku tak pernah membalas suratmu.Maaf, kamu saja yang mengirim surat padaku. Aku tahu, setelah kubuka box surat di depan apartemenku.Suratmu sekitar lima belas pucuk berhamburan keluar, aku koleksi dalam boxfile pribadiku. Semua isi suratmu, baru saja habis kubaca. Maklumlah, selama empat tahun aku tak pernah pulang ke Sidney. Aku berpetualang di lereng Himalaya memperdalam yoga pada seorang sramana yang bernama Kosirawa. Sangat banyak ilmu yang aku peroleh di sana. Sampai kisah perjalananku aku bukukan di Melborne. “Yang paling berkesan saat mempelajari pernafasan yoga. Kendati belum sempurna, aku sangat merasakan perubahan pada diriku. Aku punya ketenangan. Aku selalu merasa senang, jarang kedukaan menghampiriku. Aku selalu bahagia. Libidoku terjaga. Putu, alam ini adalah maya. Dia selalu berubah, tidak pernah kekal. Namun kita harus menikmati alam maya ini. Tidak ada yang lebih berharga dari kepuasan. Aku mengalaminya dalam perjalanan aku menelusuri lembah Himalaya. Sramana itu mengarahkan aku menuju puncak, tanpa menyentuh puncak. Aku bisa. Berhasil meraih harapan itu. “Dalam buku ini aku awali dari proses kesepian, karena aku telah lahir di alam maya. Sendiri. Tatkala aku harus lahir melalui proses pertemuan keinginan yang sublim. Aku menghirup bayu. Mengisi sel-sel keinginan untuk tetap ada. Aku tetap hidup, dalam ribuan sel yang mati, lahir dan mati lagi. Luar biasa. Aku tetap hidup, di atas kematian jutaan bahkan milyaran sel setiap saat. Setiap waktu. Suatu situs reinkarnasi terjadi dalam tubuhku. Kendati aku sendiri tidak menyadarinya, reinkarnasi tetap ada. Seperti penjelasanmu saat itu, tentang inisiasi dari suatu komunitas keyakinan; dari masa berada dalam janin, tiga bulan, enam bulan, akil balik, naik dewasa, perkawinan, kematian selalu terjadi setiap waktu. Semua itu diwujudkan dengan disaksikan oleh anggota komunitas. Kemudian diacarakan sehingga menjadi sah. Sekarang aku mengerti. Karena proses itu memintanya demikian. Sesuai dengan dinamika maya. “Selanjutnya, analisa kehidupan yang aku tulis di buku dua, seperti aku menahan nafas karena terkejut. Sempat terjadi stagnasi, aku tidak siap menerima kehidupanku sendiri. Semakin lama aku menahan nafas semakin kosong, sampai akhirnya aku merasa tersiksa dalam ketenangan. Kekuatan metafisik menjalari seluruh tubuhku, ada perasaan gemericik, gempa dahsyat, badai, kilat menyambar dan fenomena alami lainnya. Sampai aku melepas nafas dan sangat bahagia sekali rasanya. Dalam buku tiga, seiring aku melepas nafas aku menyadari kematian itu penting, karena puncak segala-galanya. Sel-selku yang membawa pesan ketidak-sempurnaan harus mati dulu untuk melahirkan sel yang sempurna. Namun itu tidak terjadi, kendati terjadilah. Mereka harus mengulang. Mengulang dan mengulang lagi.”Aku tutup suratnya. Kuresapi dalam-dalam tulisan Julia Gates, sahabatku. Intinya, telah setengah perjalanan, ia berusaha menemukan apa yang dicarinya selama ini. Entah kenapa, sering obsesiku menghentikan petualangannya yang liar. Julia, dulunya seorang seniman. Ia pernah bertandang ke Bali, aku mengenalnya saat ia berkunjung ke tabloid budaya tempatku menulis cerita bersambung, tepatnya di jalan Nangka. Ia ke mari, untuk belajar seni tari ke maestro-maestro tari di seluruh Bali. Dan, yang paling disukainya adalah tarian-tarian sakral, seperti pementasan barong dan rangda, tarian-tarian trance seperti sangiang dedari, sangiang jaran, sangiang legong, sangiang bojog dan lain-lainnya. Sehingga aku sering dimintanya untuk menghantarkannya ke pelosok-pelosok sampai ke pedalaman berburu tarian itu. Hampir segudang foto-fotonya, tentang tarian mistis. Kadang aku kepingin menghiasi koleksi fotonya, dengan berpakaian tari. Ia menolak, tidak orisinal katanya. Nyamuk gatal yang menempel di leherku, menyadarkan lamunanku. Kutersenyum. Lama, aku menimang-nimang surat itu sebelum akhirnya mataku tak tahan lagi berkedip, aku mengantuk. Tidur. Di alam mimpiku, Julia berubah menjadi manusia aneh yang mengerikan.***

Selasa, 22 April 2008

Senggigi Moon

Novel karya Putu Sugih Arta, diterbitkan oleh CV. Mahani Persada. ISBN
ISBN : 979-3832-17-7,  Tahun 2008.

Komentar singkat penulis : "Saya membuat novel Senggigi Moon untuk menjawab obsesi
terhadap nuansa akulturasi budaya etnik Bali dan etnik Sasak. Kemudian, adanya kepercayaan mendasar terhadap klenik yang merupakan 
kebutuhan dasar kejiwaan dari pelaku kedua etnik. 
Etnik Bali, percaya dengan adanya Leak, etnik Sasak menyebutnya Selak.
Namun di balik semua hal yang disebutkan tadi, bermakna positip,
untuk menahan keinginan-keinginan yang berlebihan.
Ketakutan seseorang terhadap leak atau selak yang merupakan momok bawah sadar pada kedua etnik ini memicu iman untuk tetap stabil dan tidak terpengaruh."

Nuansa lakon,mengisahkan tokoh bule yang mencari pemaknaan terhadap kebutuhan bawah sadar.Bule itu, namanya Julia Gates.
Sedangkan Putu Mayun dengan setting Senggigi mengimbanginya...jadilah novel ini misteri banget. Karena ditambah dengan bumbu rangkaian pembunuhan tanpa meninggalkan jejak.