Minggu, 03 April 2011

PANCARAN PUISI NUSANTARA


SALAH SATU PUISI K ARYA PENYAIR
PROF.DR. NURACHMAN HANAFI, MA merupakan puisi yang
berkarakter sangat kuat, karena penuh dengan idiom sastra.

Kamis, 12 Maret 2009

Pigura Suara NTB

Senin, 22 September 2008

Tempat Pesan Buku Senggigi Moon dan 11 Kumpulan Cerita Pendek

SENGGIGI MOON :

http://www.inibuku.com/display.php?d=cb-kbk&bkp=X01PSAT01

11 KUMPULAN CERITA PENDEK :

http://www.inibuku.com/display.php?d=cb-kbk&bkp=X01PSAT02


Pelayanannya So Pasti Memuaskan.


-Red

Selasa, 12 Agustus 2008

Komentar Noorca M. Massardi

Novelis Dia, Cinta dan Presiden terhadap Novelet Senggigi Moon karya Putu Sugih Arta :

"KISAH CINTA DAN KECEMBURUAN YANG BERUJUNG MAUT DENGAN LOKASI DAN TOKOH CERITA BALI DAN LOMBOK. NOVELET YANG CUKUP MENCEKAM DENGAN LATAR BUDAYA, KEPERCAYAAN, RITUAL DAN PESONA MAGIS TRADISI HINDU BALI."

( Noorca M. Massardi - Novelis/Budayawan )

Senin, 26 Mei 2008

Kuratorial DR. Yuke Ardhiati

Wacana DR. Yuke Ardhiati Terhadap Cerpen-cerpen Putu Sugih Arta


Taman Sriwedari!

Barangkali hanya sebuah mitos! Namun, nostalgia masa kanak-kanak terhadap taman rekreasi di sekitar tahun 1970 di kota Solo bangkit kembali. Betapa tidak? Ditengahnya terdapat sebuah danau dengan taman bunga teratai yang menyembul di atas air. Ada suasana ’praon ’ – berperahu mengelilingi danau tersebut bersama keluarga. Di taman kebanggaan Wong Solo itu, digelar secara rutin cerita Mahabarata melalui pagelaran Wayang Wong. Sepulangnya, masih ada sisa canda ria dengan bermain ’cipratan air’ di sebuah kolam dengan nuansa estetis yang khas, yaitu patung Gatotkaca dengan Dewi Pergiwa sedang berpangkuan!
Putu Sugih Arta, kembali menghadirkan ’Taman Sriwedari’ dari Swargaloka dalam karya sastra gubahan kisah legenda Mahabarata di era milenium 2007 ini. Ia ditampilkan sebagai ruang yang menghadirkan bunga keabadian ’Sumasana’ yang haram disentuh sekalipun oleh Arini, Sang Bidadari sekalipun. Namun ’Taman Sriwedari’ pun adalah juga sebuah keniscayaan ketika seorang Sumantri harus ’mengusung’ taman Swargaloka itu ke bumi, sebagai hukuman baginya ketika ia meragukan titisan Sang Wisnu pada jasad fisik Prabu Arjuna Sasrabahu. Simbol apakah ’Taman Sriwedari’ itu?

Tujuh cerpen yang gubahan cerita klasik ini, tidak hanya bermakna sejuta etika dan tatakrama simbolik yang ditawarkan sebagai alternatif perilaku, akan tetapi juga mengusik kalbu untuk mampu menanamkan hubungan vertikal kepada Sang Langit, Sang Khalik. Betapa sebuah skenario kehidupan di bumi sudah digariskan. Dalam khasanah Islam, semua skenario kehidupan bumi telah tercatat dalam Lauh Mahfuzh.

Cerpen ini mengusik emosi ke dalam ranah ke-Hindu-an yang kental tak terelakkan, sebagai ekspresi -religi Sang Penulis yang dibesarkan di Belahan Timur Indonesia. Pas.

Dengan penanya, ia mampu menyuguhkannya secara kontemporer, sehingga karya sastra klasik ini tidak hanya terkulai beku dalam perpustakaan kuno.Melalui cerpen yang dirangkai secara padat kata, Putu masih mampu menyisakan pesan-pesan moral bagi kehidupan kekinian melalui simbol-simbol etis seperti; perkawinan gandarwa wiwaha, ’laku-upaya’ seorang Dewi Durgandini ketika mencari kecantikan fisiknya, ’sayap sutra’ Dewi Sakuntala, ’cinta-tulus’ seorang Sukrasana, ’Jiwa-cemburu’ Sang Karna serta ’kesucian-garba’ seorang Kunti.
Gubahan karya Putu Sugih Arta, setidaknya merupakan Cultural Resource yang kelak layak memperoleh apresiasi Moral Right dari Perlidungan Hak Cipta untuk karya tradisi yang kini sedang diperjuangkan melalui isue Traditional Cultural Expression / Expression of Folklore (TCE) sebagai payung hukum atas karya dari kesemanaan pihak lain.


Dr. Yuke Ardhiati

Jumat, 25 April 2008

Komentar Cerpenis & Sastrawan Nasional Putu Arya Tirtawirya

Tentang Buku 11 Kumpulan Cerita Pendek Putu Sugih Arta

"Sebagaimana diungkapkan oleh novelis/cerpenis Ernest Miller Hemingway dalam sejumlah tulisan-tulisan berupa nasehat-nasehat kepada para pengarang dunia, factor penerapan aneka efek penulisanlah yang membedakan karya sastra dengan non sastra. Pada fiksi sastra pengarang menyadari adanya tuntutan tersebut dan atas dasar itu dirinya berupaya secara maksimal menerapkan efek-efek penulisan yang menopang gaya atau style seorang pengarang."

"Dan Putu Sugih Arta dalam buku kumpulan cerpen ini, tampak memahami apa yang dimaksudkan Hemingway sehingga cerpen-cerpen gubahannya cukup punya daya pikat berkat perpaduan materi cerita dan cara penyajiannya yang berkadar sastra."








11 Kumpulan Cerita Pendek Putu Sugih Arta

Apresiasi Budaya Sindu Putra di Bali Post,

Minggu 10 Oktober 2004



              Cerpen-cerpen Sugih Arta yang terhimpun ini memaparkan cerita dengan kisah dan tema yang sederhana. Pemaparannya yang cenderung linear, tidak menjelimet yang menyeret pembacanya dalam labirin imajinasi. Semua cerita mengalir dengan lancar. Dari pembukaan, isi,sampai dengan klimaks dan kemudian ditutup dengan kuncian yang tidak menyentak.

               Baca misalnya, cerpen “Nelayan Tua”.Dilukiskan dialog sang tokoh, Aku dengan seorang nelayan tua. Sang Aku tengah bernostalgia dipantai yang menyimpan kisah cintanya yang tragis. Kekasihnya meninggal di laut, sementara ia selamat berkat pertolongan nelayan tua. Dalam dialog disinggung banyak persoalan, baik keadaan pantai akibat pembangunan, juga nasib nelayan dan keluarganya.Diakhir cerita, happy ending, sang aku mengajak cucu nelayan tua yang sarjana perikanan untuk bekerja dalam perusahaan yang dipimpinnya.

              Kisah cinta nostalgia juga ditulis Sugih Arta dalam cerpen yang lain seperti “Patung Buaya”.Dalam “Perhitungan Terakhir” diceritakan seputar masa penjajahan. Lain dengan “Hari Ke Tujuh Belas” yang berkisah tentang cinta yang dinodai dengan perselingkuhan. Sedang tiga cerpen yang lain bercerita tentang sesuatu yang absurd cerita tentang benda yang yang diyakini memiliki kekuatan gaib atau menyembuhkan. Dalam “Topeng Teleq”, kisahnya dibumbui dengan cerita ketamakan seseorang dengan harta benda. Tergiur uang, sang tokoh yang dipercaya menjadi pepimpin dalam suatu komunitas,rela menjual benda yang dikeramatkan oleh warganya.

             Sementara cerpen “Lentera Wayang” dan “Burung” menuturkan tentang penyembuhan yang didapat dari hal yang tidak terpikirkan oleh ilmu kedokteran modern. Kisah yang mungkin saja terjadi, dan hanya dapat dipercayai oleh yang mengalami. Dan cerpen”Leak” memaparkan prasangka yang keliru, karena terbatasnya pengetahuan dan informasi, yang akhirnya memakan korban yang tidak bersalah…

                                                                              ****